K
etika gagasan-gagasan mendalam kehilangan tempatnya, dan tradisi intelektual tergeser oleh derasnya opini instan, masyarakat menghadapi risiko kehilangan pijakan dalam berpikir dan bertindak. Bukan karena kurangnya sumber pengetahuan, melainkan karena melemahnya kesadaran untuk merawat dan menggali kembali warisan pemikiran yang sudah ada.
Mizantara hadir bukan sekadar sebagai media informasi keislaman, tetapi sebagai ruang dialektika yang menghidupkan kembali nalar Islam yang reflektif dan membumi. Kami meyakini bahwa warisan intelektual dan spiritual Islam bukanlah sekadar peninggalan masa lalu, melainkan fondasi penting untuk menjawab tantangan zaman.
Mizantara lahir dari kesadaran bahwa kita tidak kekurangan khazanah, tetapi sering kehilangan arah dalam menghidupkannya. Warisan Islam, baik dalam bentuk ilmu, adab, seni, maupun institusi sosial, bukanlah hiasan sejarah atau nostalgia romantik. Ia adalah pijakan untuk menata kehidupan yang lebih adil, manusiawi, dan bermartabat.
Namun hari ini, banyak warisan itu menjadi asing di tanahnya sendiri. Kitab-kitab klasik terabaikan, nama-nama ulama agung sekadar disebut tanpa dipahami, dan ajaran-ajaran luhur merosot menjadi slogan yang kehilangan daya ubah. Padahal dari sinilah ruh Islam pernah tumbuh: dari dialog yang hidup antara ulama dan masyarakat, dari harmoni antara syariat dan budaya, serta dari semangat ilmu dan dakwah yang menyatu dalam denyut kehidupan.
Kami percaya bahwa pemikiran bukanlah urusan segelintir akademisi, melainkan wujud cinta pada umat dan kemanusiaan. Karena itu, setiap tulisan di Mizantara tidak hanya dimaksudkan untuk dibaca, tetapi untuk menggerakkan. Agar pembaca tidak berhenti pada pemahaman, tetapi terdorong untuk peduli dan bertindak.
Menjaga warisan berarti menggali akar, merawat nilai, dan membangkitkan semangat ijtihad. Merajut peradaban berarti menghadirkan Islam sebagai rahmat bagi kehidupan nyata, baik melalui ruang dialog yang sehat, sistem ekonomi yang adil, lingkungan yang lestari, dan relasi sosial yang berkeadilan.
Umat Islam Indonesia memiliki bekal sekaligus tanggung jawab. Kita memiliki khazanah yang kaya, tetapi juga amanah yang besar. Mizantara, dengan segala keterbatasannya, berikhtiar menjadi jembatan antara masa lalu yang agung dan masa depan yang bermakna.









