Di era digital, kehadiran pejabat publik di media sosial bukan lagi hal baru. Sejumlah kepala daerah bahkan aktif membuat konten YouTube, melakukan blusukan sambil berbagi cerita pembangunan. Namun, satu pertanyaan muncul: bagaimana hukum menerima uang dari AdSense bagi seorang gubernur atau pejabat negara?
Pertanyaan ini menarik karena menyentuh simpul antara fikih muamalah kontemporer dan etika jabatan publik. Untuk menjawabnya, kita perlu meninjau dari dua pendekatan: usul fikih dan siyasah syar’iyyah (politik Islam).
Tinjauan Usul Fikih
Dalam usul fikih, terdapat satu kaidah besar:
الأصل في الأشياء الإباحة
“Hukum asal segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarang.”
Artinya, menerima iklan dari YouTube secara umum adalah mubah, selama:
- Tidak mengandung unsur haram seperti iklan judi, riba, atau pornografi
- Tidak mengambil hak orang lain
- Tidak mengkhianati amanah publik
Namun ini baru hukum asal. Ketika yang bersangkutan adalah pejabat negara, analisis harus dilanjutkan pada apakah ada pelanggaran terhadap maqashid syariah atau prinsip etik jabatan publik.
Tinjauan Jabatan Publik
Dalam literatur fikih, pejabat publik seperti hakim atau gubernur disebut sebagai orang yang menerima amanah dan digaji negara untuk melayani rakyat. Maka setiap tindakannya harus berpihak pada rakyat, bukan kepentingan pribadi.
Salah satu kaidah penting dalam siyasah syar’iyyah adalah:
تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Tindakan pemimpin terhadap rakyat harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat.”
Maka, jika seorang gubernur membuat konten YouTube dalam jam kerja, menggunakan fasilitas negara (mobil dinas, staf ASN, lokasi proyek), lalu uang dari AdSense masuk ke rekening pribadinya, itu berarti ia mengambil manfaat pribadi dari jabatan publik. Ini bukan soal teknis, tapi soal etik dan akhlak kepemimpinan.
Analogi dari Hadis Rasulullah ﷺ
Rasulullah ﷺ pernah menegur seorang petugas zakat yang berkata, “Ini bagian untukku, dan ini hadiah untukku.” Maka Nabi ﷺ menjawab:
“Mengapa kamu tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu, lalu lihat apakah hadiah itu datang kepadamu?” (HR. Bukhari-Muslim)
Ulama menggunakan hadis ini untuk melarang pejabat mengambil keuntungan pribadi dari posisinya, walau dengan dalih hadiah atau “usaha sendiri”.
Rekomendasi
Jika seorang pejabat publik tetap ingin membuat konten:
- Nyatakan secara terbuka bahwa uang YouTube masuk ke kas publik
- Hindari pemakaian fasilitas negara
- Utamakan kemanfaatan kolektif daripada citra pribadi
- Libatkan auditor atau Dewan Etik agar transparan
Kesimpulan
- Jika konten dibuat secara pribadi, di luar jam kerja, tanpa fasilitas negara — boleh menerima AdSense.
- Jika dibuat dalam kapasitas jabatan, memakai fasilitas publik, lalu menerima uang pribadi — tidak boleh, bahkan bisa dikategorikan haram atau tidak etis secara syariat dan undang-undang. Wallahualam.












